PERTEMUAN SINGKAT : "Perpisahan"
PERTEMUAN SINGKAT
Semua diciptakan di bumi ini berpasang-pasangan. Ada
laki-laki dan perempuan, ada suka dan duka, dan jika ada pertemuan pasti ada
perpisahan. Ini kisah aku mengenai perjalanan cinta yang bisa dibilang sangat
singkat antara aku dan Steven McLight.
Semua berawal dari pertemuanku dengan Steven di SMA pada
saat MOS. Awalnya pertemuan kita diawali dengan pertemanan yang sangat
mengasyikkan. Lama kelamaan aku dan dia saling jatuh cinta hingga dia
menyatakan perasaannya kepadaku. Dia menyatakan perasaannya saat penutupan MOS
di depan banyak orang dan para guru. Awalnya aku sangat terkejut atas apa yang
diucapkannya, tapi aku bisa mengontrol perasaanku hingga akhirnya aku bisa
menjawabnya dengan ‘YA’.
Kini kami resmi berpacaran dan semua orang sudah tahu jika
kami adalah sepasang kekasih. Sebenarnya malam ini Steven mau mengajakku untuk
makan malam bersama atau bisa dibilang kencan pertama kita. Tapi sayang, malam
ini aku dan Steven punya acara yang tidak bisa ditinggal, jadi mau tidak mau
kita harus membatalkan semua rencana kita untuk kencan pertama.
Aku dan Steven harus menghadiri acara pelantikan siswa baru
disekolah karena kita sudah resmi menjadi siswa baru di sekolah kita. Kalian
tahu? Ternyata yang menjadi perwakilan dari siswa baru adalah aku dan Steven.
Beruntung sekali bukan?
Namaku mulai dipanggil dan aku maju ke atas panggung setelah
itu baru nama Steven yang dipanggil. Kini kami sudah berdiri di atas panggung
dan siap untuk menerima pin tanda bahwa kita sudah resmi menjadi siswa di sekolah
baru kita.
Bapak kepala sekolah mulai naik panggung diikuti orang yang
membawa nampan yang berisi dua buah pin. Orang itu memberikan sebuah pin pada
kepala sekolah dan dengan segera Bapak kepala sekolah menyematkan pin itu di
dadaku sebelah kanan atas. Kini giliran Steven yang menerima pin itu. Pin itu
diletakkan di dada atas sebelah kiri karena itu untuk cowok sedangkan cewek di
dada sebelah kanan.
Setelah selesai, kami dipersilahkan duduk kembali. Aku dan Steven
berjalan berdampingan menuju tempat duduk kami yang memang bersebelahan. Steven
dengan sengaja menggandeng tanganku membuatku terkesiap kaget atas
perlakuannya. Aku menoleh kearahnya tapi dia tetap menatap lurus kedepan seraya
tersenyum. Semua orang bertepuk tangan dan melihat kearah kami. Aku semakin
malu dibuatnya. Ku tarik tanganku yang digenggam oleh Steven, tapi percuma
saja, dia terlalu kuat menggenggamnya.
Aku merasa menjadi seorang ratu saat ini. Ada seorang
pangeran yang sedang mendampingiku menuju singgasana yang sangat mewah dengan
diiringi tepuk tangan dari rakyatku. Tapi entahlah, aku juga sedikit malu jika
terus diperhatikan. Sepertinya lama sekali sampai di tempat duduk kami.
Akhirnya kami sampai di tempat duduk kami dan dengan segera
aku melepaskan genggaman Steven dan segera meletakkan pantatku pada sebuah
kursi yang memang letaknya paling ujung dan jauh dari panggung. Steven yang
memilih tempat ini agar kami tak terganggu oleh guru. Kalau kita di depan
sendiri kan nggak asyik.
“Kenapa kau menggandengku seperti tadi? Aku kan malu!”
ucapku setelah semuanya kembali memperhatikan pembawa acara yang berada di atas
panggung.
“Biar mereka semua tahu jika kau adalah seorang putri yang
mampu menaklukan hati seorang pangeran seperti aku!” jawabnya seraya menyunggingkan
sebuah senyuman dibibirnya yang mampu membuatku melayang sampai langit ke
tujuh.
Dia memang paling bisa membuatku seperti ini. Mungkin
sekarang pipiku sudah seperti kepiting rebus, siap untuk disantap.
Acara kembali dilanjutkan dengan penampilan sebuah band dari
ekstraklikuler di sekolah. Aku akui sekolah ini memang hebat. Banyak siswa yang
berbakat dan tak jarang jika mengikuti perlombaan pasti sekolah kita menjadi
juara umum.
Aku dan Steven bernyanyi bersama mengikuti alunan lagu dari
band itu. Setelah lagu pertama selesai semua orang bertepuk tangan meriah.
Mereka memang hebat.
“Ayo!” teriak Steven tepat ditelingaku dan langsung
menarikku entah menuju kemana.
“Jangan berteriak tepat di telingaku! Aku tak suka itu!”
ocehku kepadanya tapi dia tak menghiraukannya malah semakin cepat menarikku.
“Eh, kita mau kemana? Acaranya belum selesai Steven!”
tanyaku padanya.
Lagi-lagi dia tak memperdulikan omonganku. Dia masih saja
menarik tanganku. Tiba-tiba dia berhenti mendadak di depan pintu aula ini.
“Aduh,,,, >,<” teriakku saat kepalaku membentur
punggungnya.
Kupegang kepalaku yang sakit karena terbentur punggungnya.
Sungguh menyebalkan. Dia tak meperdulikanku. Sebenarnya dia itu menganggap aku
ada atau tidak sih?
Aku hanya melihat kearah luar yang sedang turun hujan dengan
lebatnya dan tak memperdulikan Steven yang sedari tadi celingak-celinguk entah
mencari apa. Tiba-tiba dia menarik tanganku dan berlari menembus hujan lebat.
“Steven! Kau gila yah? Ini kan sedang hujan lebat! Aku nggak
mau kalau nanti kita jadi sakit!” teriakku padanya. Entah dia mendengarnya atau
tidak karena suara hujan yang begitu deras tak mampu ditembus oleh teriakanku.
Dia ini sangat menyebalkan. Tetap saja tak memperdulikan omonganku.
Dia terus menarikku hingga kita sampai pada sebuah gubuk yang berada di pinggir
sebuah danau. Aku terkesiap atas apa yang telah dipersiapkan oleh Steven.
Kalian tahu? Ini semacam makan malam romantis di sebuah gubuk tua di pinggir
danau dengan penerangan sebuah lilin berbentuk hati.
“Duduklah,” ucap Steven seraya menarik kursi untukku.
“Terima kasih!” ucapku.
Aku langsung duduk dikursi itu diikuti Steven yang duduk di
depanku. Kualihkan pandanganku kearah danau itu. Walaupun hujan lebat, tapi
pemandanganya bagus. Jujur, aku masih kesal dengan Steven yang seenaknya saja
menarik tanganku dan membuat bajuku basah kuyup seperti ini. Ini kan baju
kesayanganku, hadiah ulang tahunku yang ke empat belas dari mamaku. Sungguh
menyebalkan!
“Kau marah?” tanya Steven kepadaku.
Aku tak memperdulikan perkataannya. Aku terus menatap kearah
danau sambil menggosokan kedua tanganku karena kedinginan.
“Baiklah! Aku minta maaf karena sudah membuatmu marah
seperti ini! Yah mungkin aku nggak bisa romantis seperti pria-pria yang lain.
Buktinya baru pertama kencan saja sudah membuatmu marah, apalagi kencan yang
selanjutnya!” ucapnya dengan nada menyesalnya.
“Sudahlah jangan seperti anak kecil! Kau tahu, kau berhasil
membuatku terkejut atas apa yang sudah kau persiapkan! Lagi pula aku tidak
marah kok hanya sedikit kesal! Habis dari tadi kau aku tanya tidak menjawab,
malah terus menarikku!” ucapku bijak pada Steven seraya menggenggam kedua
tangannya.
“Benar kau tidak marah?” tanya Steven ragu-ragu.
“Iya!” jawabku mantap.
“Baiklah, kalau begitu bisa kita mulai makan malam romantis
kita?” tanya Steven seraya menggenggam tanganku.
“Tentu,” jawabku seraya menyunggingkan senyuman di bibirku.
Akhirnya aku dan Steven makan malam dengan ditemani hujan
rintik-rintik dan sebuah lilin yang setia menerangi setiap gerak-gerik alunan
sendok dan garpu yang menari-nari diatas piring serta senda gurauku bersama Steven.
Semuanya terasa begitu sempurna malam ini.
Setelah selesai, Steven mengantarkan aku pulang karena hujan
telah reda. Sepanjang perjalanan, Steven terus mendekapku erat. Entahlah, dia
itu aneh seperti taku kehilangan aku saja.
Setelah sampai, Steven mengucapkan selamat malam dan
mengecup keningku setelah itu dia pulang kerumahnya. Aneh sekali anak itu, dari
tadi jalannya mundur dan melihat kearahku terus, aku hanya bisa menatapnya
penuh tanda tanya hingga ia menghilang ditikungan dekat pos ronda.
Aku capek sekali hari ini. Setelah mandi dan berganti baju
aku langsung tidur dan bersiap menghadapi hari esok yang aku harap lebih indah.
v
Pagi ini sku sudah siap untuk berangkat kesekolah. Hari pertama kegiatan
belajar mengajar di sekolahku dimulai. Akus angat senang sekali karena aku akan
bertemu dengan Steven.
Aku berangkat sekolah dengan bersepeda karena aku ingin membiasakan diri
untuk naik sepeda kemana saja. Sesampainya di sekolah aku langsung melihat
papan pengumuman apakah aku satu kelas dengan Steven atau tidak. Betapa
kecewanya aku, ternyata dia tidak satu kelas denganku.
Dengan langkah gontai aku menuju ke kelasku dan langsung duduk dibangku
paling belakang. Aku berdiam diri sambil sesekali memperhatikan guru yang
sedang memperkenalkan diri. Aku heran kenapa semua guru mengatakan ‘tak kenal
maka tak sayang’. Semua guru yang masuk ke kelasku selalu mengatakannya hingga
aku bosan mendengarnya.
Setelah jam pelajaran usai, aku langsung mengambil sepedaku dan menuju
halaman depan berniat menunggu Steven. Tapi entahlah, sepertinya dia sudah
pulang duluan, hingga akhirnya aku meninggalkan sekolah dan pulang rumah.
v
Sudah berhari-hari aku tidak bertemu dengan Steven. Kemana dia? Dan
bodohnya aku, aku tidak menanyakan rumahnya dimana dan aku tidak meminta nomor
telephone Steven.
Setiap hari aku selalu melakukan hal yang sama. Berangkat sekolah dengan
naik sepeda, tak memperhatikan guru yang sedang menerangkan dan hingga saatnya
pulang aku menuntun sepedaku dan menunggu seseorang yang hilang. Sampai
akhirnya aku bosan dan pulang kerumah dengan muka yang kusut. Aku tak pernah
bisa sedikitpun tidak memikirkan Steven. Aku sempat berfikir apakah dia
benar-benar ada atau itu Cuma mimpi di siang bolong dan aku berharap bisa jadi
nyata hingga membuat aku seolah-olah adalah pacarnya. Tapi aku tahu jika semua
itu nyata, aku mengalaminya sendiri, aku yakin dia hanya sedang berlibur
kesuatu tempat dan akan kembali lagi, aku yakin.
v
Sudah berbulan-bulan tak ada kabar tentang dirinya. Hatiku semakin goyah
dengan apa yang aku mantapkan dulu. Sekarang aku semakin yakin jika dia hanya
khayalanku saja. Tak pernah ada yang namanya Steven McLight. Mendengar namanya
saja aneh. Aku tak pernah bisa menemukan dirinya lagi semenjak malam itu. Malam
dimana hujan turun lebat tanpa petir, malam dimana kita pertama kali kencan,
malam dimana aku berfikir jika aku akan menemukan kebahagiaan bersamanya. Tapi
aku salah. Dia tak pernah memperlihatkan batang hidungnya lagi. Dia tak pernah
menemui aku lagi.
Aku berfikir keras apa yang harus aku lakukan kedepannya hingga aku
memutuskan untuk melupakannya. Aku berfikir jika ini hanya akan menyakitiku
saja. Tapi ini akan lebih menyakitiku jika terus-terusan memendam dirinya
dihatiku. Aku tahu setiap keputusan yang aku ambil pasti ada resikonya. Aku tak
perduli jika aku harus menangis setiap hari untuk melupakannya dan itu lebih
baik jika dibanding dengan menanti sesuatu yang tidak ada dan tidak akan pernah
ada.
Aku akan belajar melupakanmu Steven. Aku tidak akan pernah mengingatmu
lagi. Terima kasih atas cinta yang sempat kau berikan. Terima kasih karena kau
sempat memberikanku kesempatan untuk mencintaimu. Terima kasih atas kencan
pertama kita yang sangat indah dengan ditemani rintiknya huja di pinggir danau
malam itu. Terima kasih Steven McLight.
***
0 komentar: